Pahami Jalur One Way di Tol agar Aman Berkendara Saat Arus Balik Lebaran

Para pengendara kendaraan roda empat perlu memahami dengan benar tata cara mengemudi saat melintasi jalur tol yang sedang menerapkan sistem one way. Ketidaktahuan akan aturan ini dapat memicu risiko kecelakaan lalu lintas, terutama saat momentum arus balik Lebaran. Brigjen Pol Raden Slamet Santoso selaku Direktur Penegakkan Hukum Korlantas Polri menjelaskan bahwa jalur cepat dan lambat pada sistem one way berbeda dari kondisi normal. Menurutnya, dalam sistem one way, jalur kanan justru digunakan untuk kendaraan yang berjalan lebih lambat, sementara jalur kiri diperuntukkan bagi kendaraan yang hendak mendahului.

Perbedaan ini sangat berkaitan dengan posisi rest area yang berada di sisi kanan jalan saat sistem one way diterapkan. Oleh karena itu, pemahaman pengemudi menjadi kunci untuk menyesuaikan diri dengan pola lalu lintas yang berubah. Brigjen Slamet juga mengingatkan pentingnya kondisi tubuh dan kendaraan tetap prima saat melakukan perjalanan arus balik. Ia menekankan bahwa pengemudi harus dalam keadaan fit agar dapat berkonsentrasi penuh selama di perjalanan, serta memastikan kendaraan dalam kondisi baik.

Tak hanya itu, pengendara juga diimbau untuk tidak berkendara secara statis, terutama di jalur tol. Salah satu kebiasaan yang perlu dihindari adalah menjadi “land hooger”, yakni pengemudi yang tetap berada di jalur kanan tanpa mendahului. Dalam sistem one way, posisi mendahului berada di jalur kiri, sehingga penting bagi masyarakat untuk menyesuaikan diri agar tidak membahayakan diri sendiri maupun pengguna jalan lain.

Evaluasi Sirene Patwal, Kakorlantas Soroti Penggunaan Sirene Panjang

Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Agus Suryo Nugroho, menyatakan kesiapan untuk mengevaluasi penggunaan sirene pada kendaraan patroli pengawalan (patwal). Langkah ini diambil setelah muncul banyak keluhan dari pengguna jalan yang merasa terganggu oleh suara sirene, terutama di tengah kondisi lalu lintas yang padat.

Menurut Agus, pihaknya berkomitmen untuk mendengarkan kritik dan masukan dari masyarakat guna meningkatkan pelayanan di bidang lalu lintas. Ia pun meminta Dirgakkum Korlantas Polri, Brigjen Raden Slamet Santoso, untuk meninjau ulang kebijakan terkait penggunaan sirene dalam pengawalan.

“Pak Dirgakkum mungkin bisa mengevaluasi suara sirene. Ini juga menjadi salah satu faktor negatif, terutama saat kemacetan terjadi, di mana suara pengawalan justru menambah kebisingan,” ujar Agus, dikutip dari situs resmi Humas Polri.

Agus mengusulkan agar penggunaan sirene panjang yang cenderung mengganggu dihilangkan atau diganti dengan alternatif lain yang lebih ramah bagi pengguna jalan.

“Banyak masukan dari masyarakat mengenai hal ini. Bahkan, saya sendiri secara pribadi tidak terlalu suka dikawal dengan sirene yang berlebihan. Mungkin ini bisa kita perbaiki,” tambahnya.

Kajian Mendalam Sebelum Perubahan Diterapkan

Meski demikian, perubahan dalam penggunaan sirene patwal tidak bisa dilakukan secara instan. Agus menegaskan bahwa evaluasi harus melalui kajian menyeluruh dengan melibatkan tim Korlantas Polri, guna memastikan kebijakan yang diterapkan tetap mempertimbangkan aspek keamanan dan efektivitas tugas pengawalan.

Sorotan terhadap penggunaan sirene di jalanan sebenarnya bukan hal baru. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya juga mengungkapkan bahwa suara sirene patwal perlu disesuaikan agar lebih dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu, Sigit juga meminta agar pengawalan dilakukan secara lebih selektif, hanya untuk kepentingan yang benar-benar mendesak dan bukan sekadar memberikan prioritas yang bisa berpotensi melanggar aturan lalu lintas.

“Sirene yang terlalu melengking dan suaranya bising itu memang mengganggu. Mungkin bisa diganti dengan suara yang lebih tepat, misalnya yang lebih bersahabat namun tetap bisa menandakan adanya kegiatan pengawalan tanpa mengusik pengguna jalan lainnya,” kata Sigit dalam pernyataannya pada Maret 2023.

Menjaga Keseimbangan Antara Kepentingan Pengawalan dan Kenyamanan Publik

Evaluasi terhadap penggunaan sirene ini menunjukkan upaya Polri dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan tugas pengawalan dan kenyamanan masyarakat di jalan. Dengan adanya kebijakan yang lebih bijak, diharapkan suara sirene tidak lagi menjadi sumber keluhan, melainkan tetap berfungsi sebagai penanda yang efektif tanpa menciptakan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan lainnya.